Ada satu doa yang sederhana tapi penuh makna, lahir dari lubuk hati manusia pertama yang menyesal Nabi Adam ‘alaihissalam Rabbana Dzhalamna Anfusana, lengkap arab, latin dan artinya. Doa itu bukan sekadar ungkapan penyesalan, tapi juga pengakuan tulus seorang hamba yang sadar telah jauh dari rahmat Tuhannya.
Kalimatnya singkat, tapi kekuatannya luar biasa. Doa itu berbunyi:
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Rabbana dzhalamna anfusana wa illam taghfir lanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin.
Artinya: “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf: 23)
Makna Mendalam di Balik Doa Nabi Adam
Setelah memakan buah terlarang di surga, Nabi Adam dan Hawa tidak membela diri. Tidak menyalahkan siapa pun. Mereka hanya mengakui kesalahan dengan kalimat ini. Doa ini menunjukkan bahwa pengakuan dosa bukan tanda kelemahan, tapi tanda kesadaran spiritual.
Kita sering kali berdoa untuk minta rezeki, kesehatan, atau jodoh. Tapi lupa bahwa pintu pertama menuju semua itu adalah taubat dan pengakuan diri. Tanpa itu, doa kadang seperti mengetuk pintu tanpa izin.
Ada yang menarik, ulama tafsir seperti Ibn Katsir menjelaskan bahwa doa ini adalah contoh taubat nasuha, taubat yang benar-benar keluar dari hati yang hancur, bukan sekadar lisan.
Doa Lainnya: Doa-Doa Pilihan Para Nabi: Pelajaran dari Kekuatan Hati Mereka
Ketika Doa Ini Jadi Cermin Diri
Coba pikir. Berapa kali kita sadar telah menzalimi diri sendiri? Tidak selalu dalam bentuk dosa besar. Kadang hanya karena lalai, menunda salat, atau marah tanpa kendali. Tapi setiap kali hati terasa gelisah, doa ini bisa menjadi tempat pulang.
Kata “dzhalamnaa anfusanaa” seolah menjadi pengakuan yang kita butuhkan setiap hari. Kita menzalimi diri ketika menjauh dari zikir, ketika lebih sering membuka ponsel daripada mushaf, atau ketika sibuk mengejar dunia tanpa sempat menenangkan jiwa.
Rasa bersalah itu jangan dibiarkan membusuk. Nabi Adam mengajarkan: akui, lalu minta ampun. Allah tidak pernah menolak orang yang datang dengan hati patah karena dosa.
Kesalahan Umum Saat Membaca Doa Ini
Ada kebiasaan kecil tapi sering terjadi: membaca doa ini hanya dengan lisan, tanpa menghadirkan rasa bersalah. Padahal yang membuat doa ini “hidup” adalah emosi dan kesadaran spiritual di baliknya.
Sebagian orang juga mengira doa ini hanya untuk orang yang berbuat dosa besar, padahal doa ini cocok dibaca kapan saja, terutama setelah salat, ketika hati sedang lembut.
Bahkan sebagian ulama menyarankan untuk menjadikan doa ini bagian dari rutinitas zikir harian, terutama saat kita merasa jauh dari semangat ibadah.
Rahasia Spiritual: Dari Rasa Bersalah Menjadi Rahmat
Doa Nabi Adam mengajarkan bahwa rahmat Allah selalu lebih besar dari kesalahan manusia. Lihatlah urutannya: pengakuan dosa dulu, lalu permintaan ampun, kemudian rahmat. Seakan Allah ingin menunjukkan, ampunan datang setelah kesadaran.
Syaikh As-Sa’di pernah menulis, “Dalam doa ini ada keindahan tata krama hamba terhadap Tuhannya: mengakui kesalahan, lalu berharap ampunan dan kasih sayang.”
Indah sekali. Karena dalam Islam, penyesalan bukan akhir, tapi awal dari perjalanan pulang.
Waktu Terbaik Membaca Doa Ini
Banyak ulama menyebutkan, doa ini baik dibaca:
- Setelah salat wajib, sebagai bentuk istighfar singkat.
- Di waktu sepertiga malam terakhir, saat suasana tenang dan hati jujur dengan dirinya sendiri.
- Setelah berbuat kesalahan, baik kecil maupun besar, untuk menenangkan jiwa.
Dan uniknya, doa ini bisa diucapkan tanpa hafalan panjang. Cukup niat dan rasa tulus. Karena Allah tidak menilai panjangnya doa, tapi dalamnya hati yang memohon.
Pelajaran Hidup dari Doa Ini
Kalimat lanakuunanna minal khaasiriin “kami termasuk orang yang rugi” bukan sekadar ancaman. Itu peringatan lembut. Bahwa tanpa ampunan Allah, semua pencapaian dunia hanyalah ilusi.
Doa ini menyentuh sisi terdalam dari kemanusiaan: bahwa sebaik apa pun kita, pasti ada salahnya. Tapi selama masih mau mengucap “rabbanaa dzhalamnaa anfusanaa…”, pintu taubat tidak pernah tertutup.
Saat Doa Menjadi Jalan Pulang
Setiap kali merasa jauh, jangan tunggu sempurna untuk kembali. Nabi Adam pun jatuh, tapi beliau tidak menyerah pada rasa bersalah. Beliau menjadikannya bahan bakar untuk bertaubat.
Kita pun bisa begitu. Saat hati terasa kering, baca doa Rabbana Dzhalamna Anfusana tersebut. Pelan-pelan saja. Rasakan tiap katanya. Karena mungkin, di situlah titik baliknya. (DW)







