Ada satu hari yang cukup unik dalam tradisi sebagian masyarakat muslim Jawa dan Nusantara, yaitu Rabu Wekasan. Tidak semua orang pernah mendengar istilah ini, bahkan ada yang baru tahu ketika tetangga atau jamaah masjid membicarakannya. Rabu Wekasan adalah sebutan untuk hari Rabu terakhir di bulan Shafar, yang diyakini hingga saat ini sebagai hari turunnya banyak bala atau musibah.
Orang tua jaman terdahulu, melarang anak-anaknya keluar rumah di hari Rabu Wekasan selama satu hari. Alasannya Rabu Wekasan dipercayai turunnya bala atau musibah hanya di hari itu saja.
Setiap Mushollah atau masjid menyediakan minuman yang sudah dibacakan dengan doa-doa dan diberikan kepada ummat muslim.
Meskipun keyakinan ini bukan termasuk ajaran pokok Islam, tradisi ini terus bertahan. Doa dan amalan khusus pun biasanya dibaca pada hari itu, dengan niat memohon perlindungan kepada Allah dari segala mara bahaya yang akan datang.
Asal-Usul Rabu Wekasan
Dalam catatan sejarah lokal, Rabu Wekasan sudah dikenal sejak berabad-abad lalu. Kata wekasan sendiri berarti “terakhir”. Jadi, Rabu Wekasan adalah Rabu terakhir di bulan Shafar.
Kalau kita menelusuri lebih dalam, ternyata Rabu Wekasan bukan sekadar cerita yang diwariskan turun-temurun. Ada beberapa kitab ulama, khususnya yang banyak beredar di kalangan pesantren Nusantara, yang ikut memberi warna terhadap berkembangnya tradisi ini.
Bukan berarti semuanya sahih atau berdasar dalil langsung dari Al-Qur’an dan hadits, tapi lebih kepada catatan pengalaman ruhani, kasyaf, serta ijtihad ulama terdahulu. Nah, mari kita coba ulas satu per satu.
1. Kitab Kanz an-Najah wa al-Surur
Kitab ini sering disebut sebagai rujukan utama Rabu Wekasan di Jawa dan sekitarnya. Ditulis oleh Syekh Abdul Hamid Quds, seorang ulama besar yang bermukim di Mekkah dan memiliki hubungan erat dengan ulama Nusantara.
Dalam kitab ini disebutkan bahwa pada Rabu terakhir bulan Shafar, Allah SWT menurunkan 320.000 bala ke bumi. Pernyataan ini kemudian menjadi dasar keyakinan sebagian masyarakat bahwa hari itu adalah “hari paling berat” dalam setahun.
Apakah angka 320 ribu itu harus dipahami harfiah? Banyak ulama menilai bahwa ungkapan tersebut lebih bersifat simbolis, sebagai penekanan betapa besar potensi musibah yang bisa terjadi, sehingga umat terdorong untuk memperbanyak doa.
2. Kitab Al-Mujarrabat al-Kubra
Kitab ini karya Imam Al-Dairabi, yang berisi kumpulan doa, amalan, dan wirid yang diyakini memiliki khasiat tertentu. Di pesantren-pesantren Jawa, kitab mujarrabat sering dipakai sebagai panduan amalan sehari-hari, termasuk doa-doa tolak bala.
Banyak masyarakat mengaitkan bacaan doa Rabu Wekasan dengan Mujarrabat. Walaupun tidak disebut langsung istilah “Rabu Wekasan”, kumpulan doa tolak bala di kitab tersebut kemudian dipraktikkan di hari yang dianggap rawan musibah.
3. Kitab-Kitab Fiqih Lokal
Menariknya, tradisi ini juga menyerap unsur fiqih dan budaya lokal. Beberapa kitab fiqih ulama Jawa kuno membahas amalan sunnah seperti shalat mutlak, doa keselamatan, hingga sedekah. Amalan-amalan ini kemudian “ditempatkan” pada momen Rabu Wekasan, sehingga lahirlah tradisi khas Nusantara.
Inilah bukti bagaimana Islam di Jawa begitu lentur. Tidak kaku. Nilai-nilai universal Islam, seperti doa, shalat, dan sedekah, dikontekstualisasikan ke dalam budaya lokal.
Kunjungi Juga: “Doa “Allahumma Inni As’aluka Bi Asmaikal Husna Wa Shifatikal ‘Ulya”: Lengkap Arab, Latin dan Artinya“
Asal Mula Keyakinan
Perlu dicatat, keyakinan tentang Rabu Wekasan tidak bersumber langsung dari hadits Nabi ﷺ. Rasulullah bahkan menegaskan dalam riwayat sahih: “Tidak ada kesialan pada bulan Shafar” (HR. Bukhari Muslim).
Jadi bagaimana kok tradisi ini muncul? Para ulama terdahulu ada yang menjelaskan bahwa keyakinan itu datang dari pengalaman spiritual (kasyaf). Mereka merasakan bahwa hari tersebut sering membawa banyak ujian, lalu diwariskan secara turun-temurun.
Di sinilah peran kearifan lokal. Tradisi itu tidak diletakkan sebagai hukum wajib, tetapi sebagai sarana untuk memperbanyak doa, mempererat silaturahmi, dan menguatkan kesadaran akan perlindungan Allah.
Pandangan Ulama Modern
Beberapa ulama kontemporer, termasuk KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), menegaskan bahwa keyakinan hari sial di bulan Shafar tidak memiliki dasar kuat.
Namun, beliau tidak serta merta menolak amalan yang dilakukan. Shalat sunnah, doa tolak bala, hingga sedekah tetap dianjurkan. Hanya saja, niatnya jangan karena meyakini hari itu sial, tetapi sebagai ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan cara ini, tradisi Rabu Wekasan tetap bisa dilestarikan tanpa harus berbenturan dengan prinsip tauhid.
Tata Cara Shalat Sunnah Rabu Wekasan
Shalat sunnah ini biasanya dilakukan dua rakaat dengan niat khusus memohon keselamatan dari bala. Niatnya sederhana:
أُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ لله تَعَالَى
“Ushallī sunnatan lidaf‘il balā’i rak‘ataini lillāhi ta‘ālā.”
Artinya: “Niat shalat sunnah dua rakaat untuk menolak bala karena Allah Ta‘ala.”
Bacaan Setiap Rakaat
Setelah membaca Surat Al-Fatihah, ada susunan surat pendek yang dibaca secara berulang:
- Surat Al-Fatihah – 1 kali
- Surat Al-Kautsar – 17 kali
- Surat Al-Ikhlas – 5 kali
- Surat Al-Falaq – 1 kali
- Surat An-Naas – 1 kali
Bacaan ini dilakukan di setiap rakaat, baik rakaat pertama maupun rakaat kedua.
Doa Setelah Shalat Sunnah Rabu Wekasan
1. Jika Sendirian

Arab:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. اَللّهُمَّ يَا شَدِيدَ الْقُوى، وَيَا شَدِيدَ الْمِحَالَ، يَاعزِيزُ، يَا مَنْ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيع عَلَّقِكَ، اكْفِنِي مِنْ شَرِّ جَمِيع خَلْقِكَ، يَا مُحْسِنُ، يَا مُجملُ، يَا مُتفضِلُ، يَا مُنْعِمُ، يَا مُتَكَرِّمُ، يَا مَنْ لاَ إلهَ إِلَّا أَنْتَ، ارْحَمْنِي بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
اَللّهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ، وَأَخِيْهِ، وَجَدِّهِ، وَأَبِيهِ، وَأُمِّهِ، وَبَنِيْهِ، اِكْفِنِي شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ، وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ، يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ، يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ، فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، وَحَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، وَلَا حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ، وَصَلَّى الله عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Transliterasi:
“Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Allāhumma yā syadīdal-quwā, wa yā syadīdal-miḥāl, yā ‘azīzu, yā man dzallat li‘izzatika jamī‘u khalqika, ikfinī min syarri jamī‘i khalqika, yā muḥsinu, yā mujammilu, yā mutafaḍḍilu, yā mun‘imu, yā mutakarrimu, yā man lā ilāha illā anta, irḥamnī biraḥmatika yā arḥamar-rāḥimīn.
Allāhumma bisirril-ḥasani, wa akhīhi, wa jaddihi, wa abīhi, wa ummihi, wa banīhi, ikfinī syarra hādza al-yaumi, wa mā yanzilu fīhi, yā kāfiyal-muhimmāt, yā dāfi‘al-balīyāt, fasayakfīkahumullāhu wa huwa as-samī‘ul-‘alīm, wa ḥasbunallāhu wa ni‘mal-wakīl, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm, wa shallallāhu ‘alā sayyidinā Muḥammad wa ‘alā ālihi wa ṣaḥbihi wa sallam.“
Artinya:
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Ya Allah, Dzat yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Mulia, yang dengan kemuliaan-Mu tunduk semua makhluk-Mu. Lindungilah aku dari kejahatan semua makhluk-Mu. Wahai Yang Maha Dermawan, Yang Maha Indah, Yang Maha Memberi karunia, Yang Maha Pemurah, tiada Tuhan selain Engkau, rahmatilah aku dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang.
Ya Allah, dengan wasilah Hasan, saudaranya, kakeknya, ayahnya, ibunya, dan anak keturunannya, lindungilah aku dari kejahatan hari ini dan apa yang turun padanya. Wahai Yang mencukupi segala hajat, Wahai Yang menolak bala, Allah akan mencukupimu dari mereka dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Cukuplah Allah sebagai pelindung, sebaik-baik tempat bersandar. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabat beliau.”
Kunjungi Juga ini: “Doa Iftitah Umum lengkap Arab, Latin dan Artinya“
2. Jika Bersama-Sama

Arab:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. اَللّهُمَّ يَا شَدِيدَ القوى، وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالَ، يَا عَزِيزُ، يَا مَنْ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيعُ خَلْقِكَ، اِكْفِنَا مِنْ شَرِّ جَمِيعِ خَلْقِكَ، يَا مُحْسِنُ، يَا مُجَمِّلُ، يَا مُتَفَضِلُ، يَا مُنْعِمُ يَا مُتَكَرِّمُ، يَا مَنْ لا إِلهَ إِلَّا أَنتَ ارْحَمْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
اللهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ، وَأَخِيهِ، وَجَدِّهِ، وَأُمِّهِ، وَبَنِيْهِ، اِكْفِنَا شَرَّ هَذَا اليوم. وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ، يَا كَافِيَ الْمُهمَّاتِ، يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ، فَسَيَكْفِيكَهُمُ الله وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، وَحَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلا بالله العلي العظيم، وَصَلَّى الله عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Latin:
“Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Allāhumma yā syadīdal-quwā, wa yā syadīdal-miḥāl, yā ‘azīzu, yā man dzallat li‘izzatika jamī‘u khalqika, ikfinā min syarri jamī‘i khalqika, yā muḥsinu, yā mujammilu, yā mutafaḍḍilu, yā mun‘imu, yā mutakarrimu, yā man lā ilāha illā anta, irḥamnā biraḥmatika yā arḥamar-rāḥimīn.
Allāhumma bisirril-ḥasani, wa akhīhi, wa jaddihi, wa ummihi, wa banīhi, ikfinā syarra hādza al-yaum, wa mā yanzilu fīhi, yā kāfiyal-muhimmāt, yā dāfi‘al-balīyāt, fasayakfīkahumullāhu wa huwa as-samī‘ul-‘alīm, wa ḥasbunallāhu wa ni‘mal-wakīl, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘aẓīm, wa shallallāhu ‘alā sayyidinā Muḥammad wa ‘alā ālihi wa ṣaḥbihi wa sallam.“
Artinya:
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Ya Allah, Dzat yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Mulia, yang dengan kemuliaan-Mu tunduk semua makhluk-Mu. Lindungilah kami dari kejahatan semua makhluk-Mu. Wahai Yang Maha Dermawan, Yang Maha Indah, Yang Maha Memberi karunia, Yang Maha Pemurah, tiada Tuhan selain Engkau, rahmatilah kami dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang.
Ya Allah, dengan wasilah Hasan, saudaranya, kakeknya, ibunya, dan anak keturunannya, lindungilah kami dari kejahatan hari ini dan apa yang turun padanya. Wahai Yang mencukupi segala hajat, Wahai Yang menolak bala, Allah akan mencukupi mereka dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Cukuplah Allah sebagai pelindung, sebaik-baik tempat bersandar. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabat beliau.”
Apakah doa di Rabu Wekasan wajib? Tidak. Apakah salah? Tidak juga, selama diniatkan ikhlas dan tidak diyakini sebagai ajaran mutlak agama.
Rabu Wekasan hanyalah tradisi. Namun, doa yang dipanjatkan adalah bagian dari ibadah. Doa itu bisa dibaca kapan saja, tidak harus menunggu Rabu terakhir bulan Shafar.
Yang penting, jangan sampai kita hanya sibuk dengan ritual, tapi lupa dengan makna. Musibah tidak bisa ditolak dengan doa saja, tapi juga dengan ikhtiar, sedekah, kepedulian, dan menjaga diri dari hal-hal yang bisa membawa bahaya.
Semoga dengan doa Rabu Wekasan dan amalan-amalan yang menyertainya, kita semakin dekat kepada Allah, semakin kuat menghadapi ujian, dan semakin yakin bahwa semua bala hanya bisa dihindarkan dengan izin-Nya.







